OIKUMENE
DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1 KORINTUS 3:1-9)
PAPER
Diajukan untuk memenuhi sebagian sayarat-sayarat
Dalam mencapai derajat Sarjana Teologi pada
Sekolah Tinggi Teologi Simpson
Ungaran
Oleh:
YOGI DARMANTO
NIM: 201610586
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SIMPSON
UNGARAN
2018
UNGARAN
2018
OUTLINE
OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA
PAULUS
(1 KORINTUS 3:1-9)
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
BAB
II OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1 KORINTUS 3:1-9)
A. Meninggalkan
Konsep Pemikiran Menusia Duniawi (1 Korintus 3:1-3)
B. Bersatu
Dan Berpusat Pada Otoritas Allah (1 Korintus 3:4-6)
C. Semua
Orang Percaya Adalah Partner Allah (1 Korintus 3:7-9)
BAB
III KESIMPULAN
KEPUSTAKAAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti
Engkau, ya Bapa, didalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam
Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”[1] Ayat inilah yang menjadi landasan utama dalam
konsep oikumenical. Tuhan Yesus sendiri
telah memandatkan kepada seluruh orang percaya supaya menjadi satu didalam
Tuhan.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kata Oikumene berarti “gerakan yg bertujuan
menyatukan atau menghimpun kembali gereja sedunia dan akhirnya menyatukan
segenap umat Kristen.” Oikumene umumnya dipahami
secara terbatas yaitu sebagai suatu istilah yang dipakai untuk perkumpulan
lintas denominasi berupa kegiatan-kegiatan atau ibadah bersama, tanpa
menekankan tata cara peribadatan atau liturgi dan doktrin gereja tertentu. Kata
Oikumene sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti “rumah”
dan Monos yang berarti ‘satu”. Yang dimaksud
“rumah” adalah dunia ini, sehingga kata oikumene berarti dunia yang didiami
oleh seluruh umat manusia
Manusia yang berada di dalam dunia yang sama,
memiliki latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda (majemuk), karena
itu oikumene menjadi dasar pendekatan bagi hubungan persekutuan dalam
kemajemukan tersebut. Disini budaya dan
agama tertentu tidak lebih menonjol dan lebih utama, tetapi kemajemukan itu
secara bersama-sama memberi tempat bahkan mengupayakan apa yang menjadi
kepentingan bersama/umum.
Paulus
juga seorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Kekristenan
mencantumkan beberapa hal dalam
memandang Oikumene, dan konsep inilah yang akan di bahas dala Karya Ilmiah
ini. Dalam kekristenan, oikumene dapat
dimaknai sebagai upaya untuk mempersatukan orang-orang Kristen lintas
denominasi di dalam satu kesatuan tubuh Kristus untuk secara bersama-sama
melaksanakan misi Tuhan bagi dunia.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
penulisan karya ilmiah ini penulis merumuskan beberapa pokok masalah,
diantaranya:
1. Apa
pengertian Oikumene menurut Paulus?
2. Bagaimana
perspektif teologia Paulus mengenai Oikumene dalam 1 Korintus 3:1-9?
3. Apa
tujuan dari oikumene menurut teologia Paulus dalam 1 Korintus 3:1-10?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulis dalam
penulisan karya ilmiah ini ialah:
1. Menjelaskan
pengertian Oikumene menurut Paulus.
2. Memaparkan
pemikiran Paulus mengenai Oikumene, secara khusus dalam 1 Korintus 3:1-9.
3. Menyajikan
tujuan dari Oikumene itu sendiri menurut Paulus dalam 1 Korintus 3:1-10.
BAB
II
OIKUMENE
DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1
KORINTUS
3:1-9)
A.
Meninggalkan
Konsep Pemikiran Menusia Duniawi (1 Korintus 3:1-3)
Dalam bagian Firman Tuhan ini, Paulus
menegaskan supaya semua orang percaya yang siap untuk mencapai sebuah kesatuan
ialah dengan cara meninggalkan konsep atau pemikiran yang masih duniawi. Seperti yang telah dijelaskannya dalam 1
Korintus 3:1-3.
Dan aku,
saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti
dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa
dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah
makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.
Karena
kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika
di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan,
bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?[2]
Dipaparkan
bahwa Paulus memberikan suatu pengajaran yang masih sangat mudah tetapi belum
juga dapat dilakukan “Susulah yang
kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya.
Dan sekarang pun kamu belum dapat
menerimanya.” Cara merespons sesuatu
hal, sedikit banyak mengindikasikan siapa orang Kristen yang sebenarnya. Melalui sikap jemaat Korintus, Paulus dapat
melihat siapa mereka sesungguhnya.
Dari
cara jemaat Korintus bersikap, Paulus menegaskan bahwa mereka adalah manusia
duniawi (1 Korintus 3:3), karena mereka hidup dalam kedagingan.
Ciri paling kuat yang ditunjukkan yaitu
adanya iri hati dan perselisihan di antara mereka. Mereka hidup berdasarkan
pengelompokan-pengelompokan. Relasi yang semacam itu di antara mereka
mengekspresikan relasi mereka yang sesungguhnya dengan Tuhan. Relasi seperti ini tidak bisa dimanipulasi.
Itulah sebabnya Paulus sangat marah kepada mereka karena mereka seperti
kanak-kanak yang masih membutuhkan susu.
Dijelaskan bahwa iri hati dan perselisihan
ialah konsep duniawi, sehingga di ayatnya yang ke tiga, muncul satu pertanyaan
yang sangat kontras kepada orang Kristen di Korintus. Bagaimana mungkin mengaku orang Kristen jika
iri hati dan pertengkaran masih ada dalam hati orang Kristen. Konsep Oikumene pada dasarnya tidak
memandangkan kepada kelemahan ataupun kelebihan denominasi tertentu. Oleh karenanya jika Gereja ingin bersatu,
salah satu masalah yang harus disingkirkan ialah konsep pemikiran duniawi.
B.
Bersatu
Dan Berpusat Pada Otoritas Allah (1 Korintus 3:4-6)
Terpenting dalam pespektif teologia Paulus
dalam memandang Oikumene ialah semata-mata hanya berorientasi kepada Allah
saja.
Karena jika yang seorang
berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku
dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia
duniawi yang bukan rohani? Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan
Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang
diberikan Tuhan kepadanya.Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang
memberi pertumbuhan.[3]
Semua
harapan akan menjadi sia-sia jika Allah tidak diutamakan didalamnya. Seperti yang telah dipaparkan oleh Clyde,
bahwa “setiap orang Kristen harus menilai dirinya sendiri, yang terutama dalam
hal kejujuran. Berdusta dapat menjadi
tanda bahwa orang tersebut tidak dapat menerima dirinya sendiri sebagaimana
adanya.”[4] Mengutamakan kesatuan adalah inti dari
Oikumene, Tidak melakukan sesuatu dengan motif tertentu yang salah.
Sedangkan menurut Richard, “Oikumene dalam
kekristenan merupakan reaksi terhadap liberalisme dan sekularisme. Reaksi ini merupakan ungakapan kebangkitan
kembali pietisme Kristen, dengan menekankan kesalehan pribadi dan kesatuan
hati.”[5] Karena adanya paham liberalisme dan
sekularisme dalam Gereja akhirnya diadakanlah oikumene yang menyatukan paham
tersebut yang bertujuan untuk semakin lebih baik dan didalamnya hanya bertujuan
untuk mengutamakan Allah.
Tulisan Paulus sendiri dalam suratnya yang
kedua kepada jemaat Korintus berkata bahwa “Jadi mata tidak dapat berkata
kepada tangan ... Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: Aku tidak
membutuhkan engkau.”[6] Dalam bagian ini Paulus
sedikit merasa khawatir dengan jemaat Tuhan yang ada di Korintus, seperti
diterangkan oleh Donald Guthrie bahwa “Paulus prihatin bahwa beberapa warga
jemaat yang ada di Korintus belum bertobat dari dosa-dasa mereka dan ia
khawatir dan bahwa ia harus berdukacita terhadap mereka disebabkan hal itu,
bila ia mengunjungi mereka.”[7] Jadi inilah oikumene menurut Paulus, bahwa
sebagai anggota tubuh kristus yang esa, umat-Nya atau orang percaya harus tetap
bersatu, “mata tidak lebih penting dari telinga, tangan tidak lebih penting
dari kaki, demikian juga dengan anggota tubuh lainnya, jadi
semuanya
harus bersatu, tanpa salah satunya, maka tubuh itu akan mengalami kekurangan
fungsi atau cacat.
C.
Semua
Orang Percaya Adalah Partner Allah (1 Korintus 3:7-9)
Semua orang percaya itu berharga dimata
Tuhan, jangan jadikan penanam atau penyiram yang penting, tetapi yang memberi
pertumbuhan itu sendirilah yang sangat penting.
Karena itu yang penting
bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi
pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan
masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Karena
kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.[8]
Setiap
orang akan mendapatkan upahnya, sesuai dengan pelayanannya yang ia telah
berikan kepada Tuhan.
Tom
Yeakley menerangkan bahwa dalam Matius 28:19-20 “Yesus Kristus memberikan
amanat kepada gereja-Nya sebelum Ia naik ke Surga ... amanat ini disebut agung,
karena wawasan dan tugas yang diembannya. Wawasan ini mencakup seluruh dunia
dan segala bangsa.”[9]
Tugas, untuk menjadikan murid, itu “agung” ialah puncak dari seluruh ajaran
Kristus. Dan pesan ini ditujukan kepada masing-masing pribadi orang percaya,
untuk menjadi satu. Didalam Kitab Kejadian 1:26-28 juga Radjiman menjelaskan
bahwa manusia diberikan sebuah tanggung jawab juga, yaitu “diangkat menjadi
mandatarisnya untuk melakukan tugas pemerintahan atas bumu dan seisinya.”[10] Orang percaya di beri
mandat, sama artinya dengan orang percaya adalah rekan sekerjanya Tuhan.
Ditambahkan dengan penjelasan Warren, bahwa
manusia diciptakan untuk sebuah misi “menjadi seorang Kristen termasuk menerima pengutusan ke dunia sebagai
wakil Yesus Kristus ... Yesus berkata “sama
seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”[11]
Sangat jelas sekali bahwa Alkitab katakan Yesus sendiri yang mengutus orang
percaya untuk menjadi partner-Nya.
Ada tiga unsur penting dalam berjemaat bagi
para pemimpin jemaat, diantaranya “mengatur atau mengarahkan jemaat, menilik
setiap jemaat yang ada dan menentukan jabatan dalam jemaat.”[12] Ketiga unsur ini sangat
penting bagi para pelayan Tuhan. Tanpa
salah satunya, kehidupan dalam berjemaat akan kurang memuaskan dan memberikan
hasil yang maksimal.
Orang percaya harus memiliki persekutuan
dengan Allah, dipaparkan oleh Stephen Lang bahwa “Kabar baik bagi orang percaya
ialah tidak perlu menunggu sampai mati untuk dapat menikmati perskutuan dengan
Allah. Persekutuan dengan Allah dapat dimulai sejak saat ini, dan akan terus
sampai selama-lamanya.”[13] Tidak perlu menunggu
lama-lama untuk bisa bersekutu dengan Tuhan.
Demikian juga dengan orang-orang yang telah
percaya dan dipilih sebagai partner atau rekan sekerja Kristus, lakukanlah
persekutuan yang baik dengan Tuhan, maka Ia yang tidak kelihatan akan menolong
dan akan mempersatukan kembali semua orang percaya yang tentunya hal ini ada
kaitannya dengan Oikumene.
Dalam bukunya, Sumartana menjelaskan “Kata oikumenikos menunjuk pada keseluruhan
tempat di bumi yang dihuni oleh manusia. ungkapan ini pada awalnya memang kata
sehari-hari yang tidak berhubungan dengan gerejani.”[14] Pemahaman tentang gerakan oikumenis yang
menekankan hakikat kesatuan Gereja ini juga sebenarnya tidak terpisahkan dari
konteks awal masalah-masalah pokok yang dihadapi Gereja, dan oleh karenanya,
Gereja yang tadinya terpisah harus dipersatukan kembali yang dikenal dengan
istilah oikumene itu sendiri.
BAB
III
KESIMPULAN
Jadi, Oikumene menurut perspektif teologia
Paulus dalam 1 Korintus 3:1-9 ialah persatuan yang tidak ada namanya “perselisihan” didalam organisasi atau
Gereja tersebut. Sedangkan oikumene sendiri ialah “gerakan yg bertujuan menyatukan atau menghimpun
kembali Gereja sedunia dan akhirnya menyatukan segenap umat Kristen.” Dari peryataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa konsep pemikiran Paulus sangat sinkron dengan
pengertian oikumene secara universal.
Paulus menekankan bahwa Kekristenan sangat
kurang sekali dalam pertumbuhannya, sehingga dikatakan “Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu
belum dapat menerimanya” kalimat ini menunjukan bahwa orang percaya pada
saat itu kedewasaannya sangat kurang didalam Tuhan.
Sehingga penulis menyimpulkan ada tiga hal
penting yang dimaksudkan oleh Paulus dalam beroikumene. Diantaranya ialah, meninggalkan konsep pemikiran
menusia duniawi, bersatu dan berpusat pada otoritas Allah, semua orang percaya
adalah partner Allah. Dengan konsep atau
pemahaman yang demikian, maka dengan sendirinya setiap orang percaya akan
bertumbuh dan bisa bersatu dengan menghayati ayat Firman Tuhan ini dengan
sebaik mungkin.
DAFTAR
PUSTAKA
Brill, J. Wesley. Dasar
Yang Teguh. Bandung: Kalam Hidup.
2015.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1995.
Lang, J. Stephen. Janji-Janji
Alkitab. Bandung: Kalam Hidup, 2012.
Narramore, M. Clyde.
Ed.D. Cara Bergaul Yang Baik. Bandung:
Kalam Hidup.
1977.
Radjiman, dkk. Menjadi
Pelayan Kristus. Surakarta: CV KRIDA
AKSARA.
1990.
Siwu, A.D. Richard. Oikumenikalisme
dan Evangelikaslisme. Gerakan
Oikumene
Tagar Mekar di Bumi Pancasila. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
1993.
Th. Sumartana Dkk. Tempat
Dan Arah Gerakan Oikumenis. Jakarta:
BPK
Gunung
Mulia. 1994.
Warren, Rick. The Purpose Of Driven Life. Untuk
Apa Aku Ada Di Dunia Ini?.
Jakarta:
Immanuel Publishing House. 2016.
Yeakley, Tom. Menjadi
Pekerja Kristus. Bandung: Kalam
Hidup. 2004.
[1]Injil Yohanes 17:21, TB.
[2]1 Korintus 3:1-9, TB.
[3]1 Korintus 3:3-6, TB
[4]Clyde M. Narramore, Ed.D. Cara
Bergaul Yang Baik. (Bandung: Kalam
Hidup, 1977), 47.
[5]Richard A.D. Siwu. Oikumenikalisme
dan Evangelikaslisme. Gerakan
Oikumene Tagar Mekar di Bumi Pancasila.
(Jakarta: BPK Gunung Milia, 1993), 205.
[6]2 Korintus 12:21, TB
[7]Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2. (Jakarta:BPK
Gunung Mulia, 1995), 233.
[8]1 Korintus 3:7-9, TB.
[9]Tom Yeakley. Menjadi
Pekerja Kristus. (Bandung: Kalam
Hidup, 2004),17.
[10]Radjiman, dkk. Menjadi
Pelayan Kristus. (Surakarta: CV
KRIDA AKSARA, 1990), 19.
[11]Rick Warren. The Purpose Of Driven Life. Untuk
Apa Aku Ada Di Dunia Ini?. (Jakarta:
Immanuel Publishing House, 2016), 321-322.
[12]J. Wesley Brill. Dasar
Yang Teguh. (Bandung: Kalam Hidup,
2015), 420-422.
[13]J. Stephen Lang. Janji-Janji
Alkitab. (Bandung: Kalam Hidup,
2012), 397.
[14]Th. Sumartana Dkk. Tempat
Dan Arah Gerakan Oikumenis. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1994), 30.