Kamis, 15 Maret 2018

OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS (1 KORINTUS 3:1-9)



OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1 KORINTUS 3:1-9)





   PAPER
Diajukan untuk memenuhi sebagian sayarat-sayarat
Dalam mencapai derajat Sarjana Teologi pada
Sekolah Tinggi Teologi Simpson
Ungaran





Oleh:
YOGI DARMANTO
NIM: 201610586









SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SIMPSON
UNGARAN
2018


 OUTLINE
OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1 KORINTUS 3:1-9)

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
B.   Rumusan Masalah
C.   Tujuan Penulisan
BAB II OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
 (1 KORINTUS 3:1-9)
A.   Meninggalkan Konsep Pemikiran Menusia Duniawi (1 Korintus 3:1-3)
B.   Bersatu Dan Berpusat Pada Otoritas Allah (1 Korintus 3:4-6)
C.   Semua Orang Percaya Adalah Partner Allah (1 Korintus 3:7-9)
BAB III KESIMPULAN
KEPUSTAKAAN




BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, didalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.[1]  Ayat inilah yang menjadi landasan utama dalam konsep oikumenical.  Tuhan Yesus sendiri telah memandatkan kepada seluruh orang percaya supaya menjadi satu didalam Tuhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Oikumene berarti gerakan yg bertujuan menyatukan atau menghimpun kembali gereja sedunia dan akhirnya menyatukan segenap umat Kristen.”  Oikumene umumnya dipahami secara terbatas yaitu sebagai suatu istilah yang dipakai untuk perkumpulan lintas denominasi berupa kegiatan-kegiatan atau ibadah bersama, tanpa menekankan tata cara peribadatan atau liturgi dan doktrin gereja tertentu. Kata Oikumene sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti “rumah” dan Monos yang berarti ‘satu”.  Yang dimaksud “rumah” adalah dunia ini, sehingga kata oikumene berarti dunia yang didiami oleh seluruh umat manusia
Manusia yang berada di dalam dunia yang sama, memiliki latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda (majemuk), karena itu oikumene menjadi dasar pendekatan bagi hubungan persekutuan dalam kemajemukan tersebut.  Disini budaya dan agama tertentu tidak lebih menonjol dan lebih utama, tetapi kemajemukan itu secara bersama-sama memberi tempat bahkan mengupayakan apa yang menjadi kepentingan bersama/umum.
Paulus  juga seorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Kekristenan mencantumkan beberapa hal dalam  memandang Oikumene, dan konsep inilah yang akan di bahas dala Karya Ilmiah ini.  Dalam kekristenan, oikumene dapat dimaknai sebagai upaya untuk mempersatukan orang-orang Kristen lintas denominasi di dalam satu kesatuan tubuh Kristus untuk secara bersama-sama melaksanakan misi Tuhan bagi dunia.

B.    Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis merumuskan beberapa pokok masalah, diantaranya:
1.    Apa pengertian Oikumene menurut Paulus?
2.    Bagaimana perspektif teologia Paulus mengenai Oikumene dalam 1 Korintus 3:1-9?
3.    Apa tujuan dari oikumene menurut teologia Paulus dalam 1 Korintus 3:1-10?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulis dalam penulisan karya ilmiah ini ialah:
1.    Menjelaskan pengertian Oikumene menurut Paulus.

2.    Memaparkan pemikiran Paulus mengenai Oikumene, secara khusus dalam 1 Korintus 3:1-9.
3.    Menyajikan tujuan dari Oikumene itu sendiri menurut Paulus dalam 1 Korintus 3:1-10.


BAB II
OIKUMENE DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIA PAULUS
(1    KORINTUS 3:1-9)

A.     Meninggalkan Konsep Pemikiran Menusia Duniawi (1 Korintus 3:1-3)
Dalam bagian Firman Tuhan ini, Paulus menegaskan supaya semua orang percaya yang siap untuk mencapai sebuah kesatuan ialah dengan cara meninggalkan konsep atau pemikiran yang masih duniawi.  Seperti yang telah dijelaskannya dalam 1 Korintus 3:1-3.
Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.  Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya.  Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.  Karena kamu masih manusia duniawi.  Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?[2]
Dipaparkan bahwa Paulus memberikan suatu pengajaran yang masih sangat mudah tetapi belum juga dapat dilakukan “Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya.  Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. Cara merespons sesuatu hal, sedikit banyak mengindikasikan siapa orang Kristen yang sebenarnya.  Melalui sikap jemaat Korintus, Paulus dapat melihat siapa mereka sesungguhnya.
Dari cara jemaat Korintus bersikap, Paulus menegaskan bahwa mereka adalah manusia duniawi (1 Korintus 3:3), karena mereka hidup dalam kedagingan.

Ciri paling kuat yang ditunjukkan yaitu adanya iri hati dan perselisihan di antara mereka.  Mereka hidup berdasarkan pengelompokan-pengelompokan. Relasi yang semacam itu di antara mereka mengekspresikan relasi mereka yang sesungguhnya dengan Tuhan.  Relasi seperti ini tidak bisa dimanipulasi. Itulah sebabnya Paulus sangat marah kepada mereka karena mereka seperti kanak-kanak yang masih membutuhkan susu.
Dijelaskan bahwa iri hati dan perselisihan ialah konsep duniawi, sehingga di ayatnya yang ke tiga, muncul satu pertanyaan yang sangat kontras kepada orang Kristen di Korintus.  Bagaimana mungkin mengaku orang Kristen jika iri hati dan pertengkaran masih ada dalam hati orang Kristen.  Konsep Oikumene pada dasarnya tidak memandangkan kepada kelemahan ataupun kelebihan denominasi tertentu.  Oleh karenanya jika Gereja ingin bersatu, salah satu masalah yang harus disingkirkan ialah konsep pemikiran duniawi.

B.    Bersatu Dan Berpusat Pada Otoritas Allah (1 Korintus 3:4-6)
Terpenting dalam pespektif teologia Paulus dalam memandang Oikumene ialah semata-mata hanya berorientasi kepada Allah saja.
Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.[3]

Semua harapan akan menjadi sia-sia jika Allah tidak diutamakan didalamnya.  Seperti yang telah dipaparkan oleh Clyde, bahwa “setiap orang Kristen harus menilai dirinya sendiri, yang terutama dalam hal kejujuran.  Berdusta dapat menjadi tanda bahwa orang tersebut tidak dapat menerima dirinya sendiri sebagaimana adanya.”[4]  Mengutamakan kesatuan adalah inti dari Oikumene, Tidak melakukan sesuatu dengan motif tertentu yang salah.
Sedangkan menurut Richard, “Oikumene dalam kekristenan merupakan reaksi terhadap liberalisme dan sekularisme.  Reaksi ini merupakan ungakapan kebangkitan kembali pietisme Kristen, dengan menekankan kesalehan pribadi dan kesatuan hati.”[5]  Karena adanya paham liberalisme dan sekularisme dalam Gereja akhirnya diadakanlah oikumene yang menyatukan paham tersebut yang bertujuan untuk semakin lebih baik dan didalamnya hanya bertujuan untuk mengutamakan Allah.
Tulisan Paulus sendiri dalam suratnya yang kedua kepada jemaat Korintus berkata bahwa “Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan ... Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: Aku tidak membutuhkan engkau.”[6] Dalam bagian ini Paulus sedikit merasa khawatir dengan jemaat Tuhan yang ada di Korintus, seperti diterangkan oleh Donald Guthrie bahwa “Paulus prihatin bahwa beberapa warga jemaat yang ada di Korintus belum bertobat dari dosa-dasa mereka dan ia khawatir dan bahwa ia harus berdukacita terhadap mereka disebabkan hal itu, bila ia mengunjungi mereka.”[7]  Jadi inilah oikumene menurut Paulus, bahwa sebagai anggota tubuh kristus yang esa, umat-Nya atau orang percaya harus tetap bersatu, “mata tidak lebih penting dari telinga, tangan tidak lebih penting dari kaki, demikian juga dengan anggota tubuh lainnya, jadi

semuanya harus bersatu, tanpa salah satunya, maka tubuh itu akan mengalami kekurangan fungsi atau cacat.

C.    Semua Orang Percaya Adalah Partner Allah (1 Korintus 3:7-9)
Semua orang percaya itu berharga dimata Tuhan, jangan jadikan penanam atau penyiram yang penting, tetapi yang memberi pertumbuhan itu sendirilah yang sangat penting.
Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.[8]

Setiap orang akan mendapatkan upahnya, sesuai dengan pelayanannya yang ia telah berikan kepada Tuhan.
Tom Yeakley menerangkan bahwa dalam Matius 28:19-20 “Yesus Kristus memberikan amanat kepada gereja-Nya sebelum Ia naik ke Surga ... amanat ini disebut agung, karena wawasan dan tugas yang diembannya. Wawasan ini mencakup seluruh dunia dan segala bangsa.”[9] Tugas, untuk menjadikan murid, itu “agung” ialah puncak dari seluruh ajaran Kristus. Dan pesan ini ditujukan kepada masing-masing pribadi orang percaya, untuk menjadi satu. Didalam Kitab Kejadian 1:26-28 juga Radjiman menjelaskan bahwa manusia diberikan sebuah tanggung jawab juga, yaitu “diangkat menjadi mandatarisnya untuk melakukan tugas pemerintahan atas bumu dan seisinya.”[10] Orang percaya di beri mandat, sama artinya dengan orang percaya adalah rekan sekerjanya Tuhan.

Ditambahkan dengan penjelasan Warren, bahwa manusia diciptakan untuk sebuah misi “menjadi seorang Kristen termasuk menerima pengutusan ke dunia sebagai wakil Yesus Kristus ... Yesus berkata “sama seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”[11] Sangat jelas sekali bahwa Alkitab katakan Yesus sendiri yang mengutus orang percaya untuk menjadi partner-Nya.
Ada tiga unsur penting dalam berjemaat bagi para pemimpin jemaat, diantaranya “mengatur atau mengarahkan jemaat, menilik setiap jemaat yang ada dan menentukan jabatan dalam jemaat.”[12] Ketiga unsur ini sangat penting bagi para pelayan Tuhan.  Tanpa salah satunya, kehidupan dalam berjemaat akan kurang memuaskan dan memberikan hasil yang maksimal.
Orang percaya harus memiliki persekutuan dengan Allah, dipaparkan oleh Stephen Lang bahwa “Kabar baik bagi orang percaya ialah tidak perlu menunggu sampai mati untuk dapat menikmati perskutuan dengan Allah. Persekutuan dengan Allah dapat dimulai sejak saat ini, dan akan terus sampai selama-lamanya.”[13] Tidak perlu menunggu lama-lama untuk bisa bersekutu dengan Tuhan.
Demikian juga dengan orang-orang yang telah percaya dan dipilih sebagai partner atau rekan sekerja Kristus, lakukanlah persekutuan yang baik dengan Tuhan, maka Ia yang tidak kelihatan akan menolong dan akan mempersatukan kembali semua orang percaya yang tentunya hal ini ada kaitannya dengan Oikumene.

Dalam bukunya, Sumartana menjelaskan “Kata oikumenikos menunjuk pada keseluruhan tempat di bumi yang dihuni oleh manusia. ungkapan ini pada awalnya memang kata sehari-hari yang tidak berhubungan dengan gerejani.”[14]  Pemahaman tentang gerakan oikumenis yang menekankan hakikat kesatuan Gereja ini juga sebenarnya tidak terpisahkan dari konteks awal masalah-masalah pokok yang dihadapi Gereja, dan oleh karenanya, Gereja yang tadinya terpisah harus dipersatukan kembali yang dikenal dengan istilah oikumene itu sendiri.
 
BAB III
KESIMPULAN

Jadi, Oikumene menurut perspektif teologia Paulus dalam 1 Korintus 3:1-9 ialah persatuan yang tidak ada namanya “perselisihan” didalam organisasi atau Gereja tersebut. Sedangkan oikumene sendiri ialah gerakan yg bertujuan menyatukan atau menghimpun kembali Gereja sedunia dan akhirnya menyatukan segenap umat Kristen.” Dari peryataan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pemikiran Paulus sangat sinkron dengan pengertian oikumene secara universal.
Paulus menekankan bahwa Kekristenan sangat kurang sekali dalam pertumbuhannya, sehingga dikatakan “Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya” kalimat ini menunjukan bahwa orang percaya pada saat itu kedewasaannya sangat kurang didalam Tuhan.
Sehingga penulis menyimpulkan ada tiga hal penting yang dimaksudkan oleh Paulus dalam beroikumene.  Diantaranya ialah, meninggalkan konsep pemikiran menusia duniawi, bersatu dan berpusat pada otoritas Allah, semua orang percaya adalah partner Allah.  Dengan konsep atau pemahaman yang demikian, maka dengan sendirinya setiap orang percaya akan bertumbuh dan bisa bersatu dengan menghayati ayat Firman Tuhan ini dengan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Brill, J. Wesley.  Dasar Yang Teguh.  Bandung: Kalam Hidup. 2015.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2.  Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1995.
Lang, J. Stephen.  Janji-Janji Alkitab.  Bandung: Kalam Hidup, 2012.
Narramore, M. Clyde. Ed.D.  Cara Bergaul Yang Baik.  Bandung: Kalam Hidup.
1977.
Radjiman, dkk.  Menjadi Pelayan Kristus.  Surakarta: CV KRIDA AKSARA.
1990.
Siwu, A.D. Richard.  Oikumenikalisme dan Evangelikaslisme.  Gerakan
Oikumene Tagar Mekar di Bumi Pancasila.  Jakarta: BPK Gunung Mulia.
1993.
Th. Sumartana Dkk.  Tempat Dan Arah Gerakan Oikumenis.  Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 1994.
Warren, Rick.  The Purpose Of Driven Life.  Untuk Apa Aku Ada Di Dunia Ini?.
Jakarta: Immanuel Publishing House. 2016.
Yeakley, Tom.  Menjadi Pekerja Kristus.  Bandung: Kalam Hidup. 2004.



[1]Injil Yohanes 17:21, TB.
[2]1 Korintus 3:1-9, TB.
[3]1 Korintus 3:3-6, TB
[4]Clyde M. Narramore, Ed.D.  Cara Bergaul Yang Baik.  (Bandung: Kalam Hidup, 1977), 47.

[5]Richard A.D. Siwu.  Oikumenikalisme dan Evangelikaslisme.  Gerakan Oikumene Tagar Mekar di Bumi Pancasila.  (Jakarta: BPK Gunung Milia, 1993), 205.

[6]2 Korintus 12:21, TB

[7]Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Baru 2.  (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1995), 233.
[8]1 Korintus 3:7-9, TB.

[9]Tom Yeakley.  Menjadi Pekerja Kristus.  (Bandung: Kalam Hidup, 2004),17.

[10]Radjiman, dkk.  Menjadi Pelayan Kristus.  (Surakarta: CV KRIDA AKSARA, 1990), 19.
[11]Rick Warren.  The Purpose Of Driven Life.  Untuk Apa Aku Ada Di Dunia Ini?.  (Jakarta: Immanuel Publishing House, 2016), 321-322.

[12]J. Wesley Brill.  Dasar Yang Teguh.  (Bandung: Kalam Hidup, 2015), 420-422.

[13]J. Stephen Lang.  Janji-Janji Alkitab.  (Bandung: Kalam Hidup, 2012), 397.
[14]Th. Sumartana Dkk.  Tempat Dan Arah Gerakan Oikumenis.  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 30.